Siapa yang paling diuntungkan dengan terjadinya kudeta
militer di Mesir dan konflik berkepanjangan di Suriah sekarang ini? Jawabannya
tentu saja Zeonis Israel. Dengan kata lain, mereka kini sedang kegirangan.
Mereka girang karena tanpa perang dan mengeluarkan dana besar, lawan-lawan
mereka yang paling tangguh di kawasan Timur Tengah satu per satu bertumbangan.
Atau paling tidak para musuh mereka dalam kondisi yang sangat lemah sehingga
tidak memungkinkan lagi mengangkat senjata untuk melancarkan perlawanan terhadap
Zeonis Israel.
Mesir, misalnya. Sejak kudeta militer pada 3 Juli lalu,
Ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam politik lainnya yang berkuasa secara
demokratis selama setahun tidak lagi dianggap berbahaya bagi keamanan Israel.
Selama Muhammad Mursi--presiden yang berasal dari Ikhwanul Muslimin dan
terpilih oleh rakyat secara demokratis--berkuasa, Israel dibuat tidak nyaman.
Apalagi, ketika Mursi berhubungan erat dengan kelompok pejuang Palestina,
Hamas, yang secara de facto berkuasa di Jalur Gaza.
Hamas selama ini dikenal sangat tangguh dalam perjuangan
bersenjata melawan Zeonis Israel. Beberapa kali mereka berhasil memukul mundur
ekspansi militer Israel di Jalur Gaza.
Atas dasar kesamaan ideologi politik, yaitu sebagai
gerakan Islam politik, pemerintahan Presiden Mursi lebih dekat dengan Hamas
dibanding kelompok Fatah. Yang terakhir ini dalam beberapa tahun terakhir,
tepatnya sejak almarhum Yasir Arafat menjabat sebagai presiden Palestina dan
kemudian digantikan oleh Mahmud Abbas, lebih memilih perjuangan diplomasi
daripada perjuangan bersenjata/konfrontasi. Secara de jure Mahmud Abbas yang
berasal dari kelompok Fatah memang sebagai Presiden.
Namun, secara faktual Fatah sebenarnya hanya berkuasa di
Ramallah. Sedangkan, kawasan Jalur Gaza diperintah oleh Hamas. Kedekatan
Ikhwanul Muslimin dengan Hamas juga dibuktikan dengan pembukaan perbatasan
Mesir dengan Palestina di Rafah begitu Mursi terpilih menjadi presiden. Rafah selama
ini merupakan jalur darat satu-satunya untuk menyalurkan berbagai bantuan dari
luar ke Jalur Gaza, baik bantuan makanan, bahan bangunan maupun lainnya.
Termasuk, konon, penyelundupan senjata. Hal inilah yang selalu dikhawatirkan
oleh penguasa Israel.
Kekhawatiran itu semakin meningkat karena menurut
analisis intelijen Zeonis Israel, sebagaimana ditulis Aljazirah.net, Presiden
Mursi berencana membatalkan Perjanjian Camp David. Yang terakhir ini adalah
perjanjian damai antara Israel dan Mesir pada 1978 yang ditandatangani Presiden
Anwar Sadat dan PM Israel Menachem Begin, disaksikan oleh Presiden Jimmy Carter
yang sekaligus menjadi fasilitator.
Karena itu, tidak mengherankan ketika terjadi kudeta
militer untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Mursi, salah satu pihak yang
menyambut baik adalah pemerintah Zeonis Israel. Sebagaimana ditulis New York
Times, seorang sumber dekat dengan PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan,
Israel merupakan pihak yang gembira dengan tumbangnya Presiden Mursi dan kekuasaan
Ikhwanul Muslimin. Ia menyebut, kudeta militer merupakan perkembangan yang
sangat baik bagi Mesir dan kawasan Timur Tengah, termasuk Israel. Penggulingan
Mursi juga dianggap akan memperlemah kekuatan dan pengaruh Hamas.
Bukan hanya menyambut baik, PM Netanyahu, menurut media
Israel, Maariv, juga mengutus beberapa jenderal dan senior di pemerintahannya
untuk melobi AS dan beberapa negara Eropa. Intinya, agar mereka--AS dan
beberapa negara Eropa--tidak menghentikan bantuannya ke Mesir. Bagi Netanyahu, bantuan
itu sangat diperlukan supaya pemerintahan kudeta militer tidak ambruk. ‘’Bila
pemerintahan Mesir sekarang jatuh, akan sangat membahayakan bagi keamanan
Israel,’’ katanya.
Israel selama ini menganggap Mesir sebagai negara yang
sangat strategis dan paling berpengaruh di kawasan Timur Tengah. Oleh sebab
itu, mereka sangat berkepentingan dengan rezim penguasa di negara itu. Dengan
kudeta militer yang menggulingkan kekuasaan Ikhwanul Muslimin, Mesir bisa
dipastikan akan mengikuti kebijakan pemerintahan sebelumnya. Minimal, akan
menjamin berlangsungnya Perjanjian Camp David yang mendekatkan militer Israel,
Mesir, dan AS. Dengan begitu, keamanan Israel tidak akan terancam.
Di sisi lain, perkembangan di Suriah juga secara tidak
langsung telah memihak pada kepentingan Israel. Perkembangan itu adalah rencana
serangan AS ke basis-basis kekuatan Presiden Bashar al-Assad. Meski ada
kekhawatiran bila Suriah diserang AS maka mereka akan mengarahkan senjata
kimianya ke Israel, namun kemungkinan itu sangat kecil. Yang justru akan
terjadi, serangan itu akan menggulingkan kekuasaan rezim Presiden Assad,
sebagaimana terjadi pada Muammar Qadafi di Libya, Saddam Husein di Irak, dan
rezim Taliban di Afghanistan. Atau paling tidak, kekuatan militer Suriah akan
mandul sebagaimana juga terjadi di tiga negara tersebut.
Dengan penggulingan Assad, maka aliansi kekuatan antara
Suriah-Iran-Hizbullah di Lebanon Selatan diperkirakan akan berantakan. Aliansi
ketiga pihak selama ini sangat ditakutkan oleh Israel. Mereka sering mengancam
keamanan nasional Zeonis Israel. Hizbullah sendiri beberapa kali telah berhasil
menahan dan bahkan menggempur militer Israel yang mencoba menyerang Lebanon.
Bila skenerio ini berjalan dengan baik, yakni
penghancuran kekuatan militer Suriah dan pelemahan gerakan Islam politik di
Mesir yang dipresentasikan oleh Ikhwanul Muslimin, maka bisa diprediksi yang
akan berpengaruh di Timur Tengah adalah negara-negara yang beraliran moderat.
Yang terakhir ini diwakili oleh negara-negara kaya Teluk seperti Arab Saudi,
Qatar, dan Uni Emirat Arab. Negara-negara yang dianggap tidak membahayakan bagi
keamanan Zeonis Israel lantaran kedekatannya dengan Barat yang pro-Zeonis
Israel. Wallahu a’lam bisshawab.[]
Penulis: Ikhwanul Kiram Mashuri
Sumber: Republika