Hikmah

Hukum Ziarah Kubur ke Makam Ulama dan Tatacara Ziarah yang Syar’i

 

Ustadz Ahmad Sarwat dalam konsultasi syariahnya pernah ditanya mengenai hukum melakukan ziarah kubur ke makam para ulama, serta sikap keras kelompok Salafi dalam menyikapi ziarah jenis ini. Berikut ini jawaban beliau:
Awalnya ziarah kubur adalah perbuatan terlarang, karena para shahabat Nabi masih baru saja meninggalkan era penyembahan berhala. Namun sedikit demi sedikit, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memandang bahwa sudah tidak ada alasan lagi untuk melarang ziarah kubur, karena para shahabat nabi telah memilihi pondasi aqidah yang sangat kokoh.
Maka beliau pun bersabda:
Dari Buraidah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Dahulu aku larang kalian untuk berziarah kubur, sekarang silahkan berziarah.” (HR Musim)
Dalam riwayat yang lain beliau menyebutkan:
“Siapa yang ingin berziarah kubur, hendaklah berziarah. Karena berziarah kubur itu mengingatkan akhirat.”
Maka hukum ziarah kubur pun menjadi boleh setelah dahulu pernah dilarang. Setidaknya ada dua manfaat utama saat kita berziarah kubur.
  1. Kita dapat mendoakan orang yang ada di kubur itu. Dan imbasnya adalah doa kita itu akan diganjar dengan pahala yang banyak.
  2. Kita jadi dapat mengambil pelajaran bahwa suatu ketika kita pun akan mati juga, dan akan dikubur juga.
Selain itu juga ada manfaat lainnya, bila kubur yang diziarahi itu merupakan kubur tokoh ulama. Misalnya, kita jadi termotivasi untuk mempelajari sejarah dan jalan hidupnya, serta dapat mengenang jasa-jasa mereka.
Di jantung kota Cairo ada kubur Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah. Bagi turis Indonesia yang melawat ke negeri Piramid itu, ziarah ke kubur Al Imam Asy Syafi’i sebenarnya dapat membangkitkan kita mengenal lebih dekat sosok Imam Mazhab itu. Dan rupanya di negeri itu terdapat begitu banyak situs peninggalan bersejarah yang menarik untuk diamati.
Sayangnya, sebagian saudara-saudara kita agak buta sejarah, sehingga ketika datang ke tempat yang punya nilai sejarah, sama sekali tidak nyambung alias tidak dapat mengambil apapun pelajaran. Datang ke kubur para ulama akhirnya sekedar jadi wisata rutin dan ritual, yang miskin dari kajian.
Dan konyolnya, sebagian lainnya malah datang untuk minta ini dan minta itu kepada ruh yang ada di kuburan. Tentu tindakan ini tidak bisa dibenarkan, karena seharusnya kita hanya meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan kepada kuburan, meski kubur seorang ulama sekalipun.
Lucu memang, bahkan di makam Al Imam Asy-Syafi’i itu ada orang yang sampai bertawaf mengelilingi kuburnya, seperti layaknya Ka’bah. Tindakan ini tentu kurang bisa diterima, karena tidak ada tuntunan dari agama ini tentang ritual tawaf mengelilingi kuburan.
Sikap Keras
Adapun apa yang dikatakan sebagai ‘Wahabi’ yang anti ziarah kubur, memang para tokoh mereka di gurun pasir sana sejak awal lebih suka menggeneralisir semua masalah yang terkait dengan kuburan. Intinya, tidak ada cerita ziarah kubur, apalagi kubur ulama. Buat mereka, pokoknya haram, titik.
Kita hanya bisa geleng-geleng kepadakalau melihat kelakuan sebagian saudara kita itu. Mungkin dengan berhusnuzhan kita boleh bilang bahwa tujuan mereka mungkin baik, yaitu untuk melindungi umat Islam dari bahaya syirik.
Tapi pola gebyah uyah seperti itu ibarat suasana panik akibat kebakaran di suatu kampung, untuk menyelamatkan rumah dari amukan api, kadang rumah itu disemprot dengan air dengan kekuatan penuh, akibatnya memang sih rumah itu tidak terbakar, tapi malah roboh sekalian.
Tindakan menggeneralisir semua ziarah kubur itu haram dan bid’ah, barangkali tepat kalau dilakukan oleh seorang Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang hidup di abad ke delapan belas (1703-1791 M). Tapi suasana abad ke delapan belas tentu amat berbeda dengan suasana abad ke dua puluh dan dua puluh satu.
Selain itu, gaya dakwah yang sikat sana tembak sini mungkin efektif untuk suasana masyarakat padang pasir yang tidak pernah makan sekolahan, namun belum tentu gaya seperti itu bisa dengan mudah diterima oleh bangsa lain yang punya peradaban.
(Catatan redaksi Fimadani: Sebenarnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab membagi perincian ziarah kubur menjadi 3 yakni ziarah yang syar’i, ziarah yang bid’ah, dan ziarah yang syirik. Pembicaraan Ustadz Ahmad Sarwat dalam jawaban di atas hanya bisa diterima jika konteks pembicaraannya adalah ziarah kubur dengan safar, karena menurut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, ziarah yang dengan safar termasuk ke dalam ziarah yang bid’ah sehingga termasuk ziarah yang terlarang.)
Maka kalau pun kita mau mengambil pelajaran dari siapa pun, kita harus lihat situasi dan kondisi serta latar belakang sosio kultural dari suatu masyarakat. Apa yang cocok di abad 18 belum tentu cocok untuk abad 21. Dan apa yang dirasa efektif untuk para penghuni gurun belum tentu cocok buat para penduduk nusantara. Maka ambillah pelajaran wahai orang yang bisa mengambil pelajaran.
Alih-alih diterima, dakwah wahabiyah di mana-mana hanya memanen perlawanan dan permusuhan serta kebencian. Dan orang-orang yang ziarah kubur tetap masih banyak, bahkan sampai yang masih menyembah kuburan. Sebab dakwah yang tidak simpatik hanya akan membuat orang malah semakin jauh dan anti pati.
Lalu apa solusinya?
Gampang, mereka yang kerjanya ziarah kubur itu kita beri beasiswa agar bisa pada sekolah. Kebodohan lah yang telah mengantarkan mereka untuk menyembah kuburan. Karena itu bukan kuburannya kita ratakan dengan tanah, tapi kebodohannya yang harus diperangi. Caranyadengan mendirikan ribuan sekolah dan kampus di negeri ini, bukan masjid yang bangunannnya megah tapi tidak ada ulamanya.
Tata Cara Ziarah Kubur
Ketika kemudian ziarah kubur dibolehkan bahkan dianjurkan, maka tujuannya ada dua, yaitu:
1. Sebagai Sarana Dzikrul Maut (Mengingat Kematian)
Setiap muslim harus sering-sering mengingat-ingat kematian. Sebab semua kehidupan ini akan berujung kepada kematian. Dan kematian itu pasti akan datang, cepat atau lambat. Dengan mengingat mati, maka orang-orang akan merasa takut kepada Allah, takut atas dosa-dosa serta tidak berani melanggar larangan agama.
Dengan mengingat mati, seseorang akan hidup dengan cara yang lurus, istiqamah, tidak mau bikin masalah dengan orang lain, jujur, bersih, menjaga diri dari perbuatan haram, tidak selalu mengejar kekayaan duniawi, atau kebesaran nama, atau kebanggaan. Bahkan manusia akan semakin rukun terhadap sesama, saling tolong dan saling menjaga.
Mengingat mati adalah sebuah obat sekaligus solusi jitu buat jiwa-jiwa yang susah diberi pelajaran. Buat mereka yang masih suka membandel dan tidak pernah mau menerima nasehat.
Maka berkunjung ke kuburan, seharusnya bisa membuat seseorang segera berpikir bahwa dirinya akan masuk ke dalam liang sempit itu suatu hari nanti. Dia harus mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya sendirian, tidak ada penolong, tidak ada asisten, tidak ada pembela.
Karena itulah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pada akhirnya menganjukan para shahabat berziarah kubur.
2. Mendoakan Ahli Kubur
Selain itu berziarah kubur bertujuan untuk mendoakan ahli kubur, agar diringankan siksanya atau ditambahkan kenikmatannya di alam barzakh.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kesunnahan mendoakan orang yang sudah wafat. Dan bahwa doa itu bisa sampai kepada mereka serta berpengaruh atas nasib yang mereka alami. Tidak hanya doa dari anaknya, tapi dari siapa saja yang mendoakan.
Dan salah satu hujjahnya adalah adanya syariat shalat jenazah, yang intinya juga mendoakan jenazah tersebut. Shalat dan doa itu akan sampai kepada jenazah di alam barzakh-nya. Dan shalat jenazah itu bukan hanya buat anak-anak almarhum saja, tetapi disunnahkan kepada seluruh manusia, kenal atau tidak kenal, saudara atau bukan. Dan seluruh ulama sepakat dengan hal ini.
Khilaf Dalam Masalah Pengiriman Pahala
Yang seringkali diperdebatkan bukan masalah mendoakan orang mati, tetapi masalah pengiriman pahala ibadah orang yang masih hidup untuk di’transfer’ kepada orang yang sudah mati.
Sebagian ulama menyatakan bahwa pahala yang didapat seseorang dari Allah SWT karena dia melakukan suatu perbuatan baik, tidak bisa dipindah-pindahkan ke orang lain. Sebagian lagi membedakan antara pahala yang bersifat ibadah maliyah (terkait dengan harta) dengan yang bukan. Mereka mengatakan kalau ibadahnya bersifat maliyah, pahala bisa dipindah-pindakan kepada orang lain. Dan ulama lainnya mengatakan bahwa segala bentuk ibadah apapun, baik maliyah atau bukan, semua bisa dipindahkan kepada orang lain.
Dengan adanya perbedaan pendapat di atas, maka urusan membaca Al-Quran dengan niat pahala dikirimkan kepada jenazah yang sudah wafat, otomatis menjadi masalah khilafiyah di kalangan para ulama. Sebagian mereka mengatakan tidak ada gunanya baca yasin, zikir dan tahlil bila diniatkan agar pahalanya bisa disampaikan kepada orang meninggal. Karena pahala tidak bisa ditransfer.
Sedangkan yang lainnya mengatakan bisa disampaikan. Karena pahala adalah hak setiap orang, maka tiap orang berhak untuk memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya.
Waktu dan Cara Ziarah Kubur
Dari segi waktu, tidak ada perintah khusus untuk berziarah kubur di bulan tertentu. Kebiasaan masyarakat berziarah kubur pada saat menjelang datangnya bulan Ramadhan jelas tidak ada dasar syariatnya. Sebab baik nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam maupun salafush-shalih tidak pernah menyebut-nyebut hal itu.
Kalau ziarah kubur menjelang Ramadhan diyakini sebagai sebuah ritual yang bersifat kewajiban baku, maka hal itu menjadi sebuah bid’ah yang diada-adakan.
Demikian juga pada hari raya ‘Idul Fithri, kebiasaan sebagian masyarakat justru berziarah kubur. Padahal momen ‘Idul Fithri seharusnya untuk bersenang-senang. Sampai puasa pun diharamkan. Lalu mengapa justru di saat berbahagia seperti itu malah datang berziarah ke kuburan? Ini termasuk ‘keanehan’ umat kita yang sudah berjalan turun-temurun, tidak tahu siapa yang memulainya, yang jelas ciri khasnya adalah ikut-ikutan tanpa dasar dan tanpa ilmu.
Termasuk di antara bentuk ikut-ikutan yang tidak ada dasarnya adalah ritual tabur bunga di kuburan, berpakaian hitam-hitam, termasuk berkacamata hitam. Termasuk larangan wanita haidh masuk ke areal kuburan.
Di antara doa ketika berziarah kubur adalah hadits berikut ini:
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anh berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengajarkan mereka bila pergi ke kuburan: Salam kepada kalian wahai ahli kubur dari kalangan mukminin dan muslimin. Dan insyaallah kami akan menyusul. Aku meminta al-’afiyah kepada Allah untuk kami dan kalian.” (HR Muslim)
Wallahu a’alm bish shawab

Redaktur: Shabra Syatila
Sumber: rumahfiqih.com


Tidak semua orang mengenal tokoh yang satu ini, bahkan jika ditelusuri hanya beberapa golongan tertentu mengenal beliau. dialah Ahmad Hassan, seorang ulama keturunan Indonesia-India. beliau lahir di Singapura dan wafat di Surabaya. Ahmad Hassan atau yang lebih dikenal dengan nama A. Hassan merupakan sosok ulama yang mempunyai semangat untuk memurnikan ajaran Islam. semangat yang jarang sekali ditemui di era globalisasi dewasa ini.

semangatnya itu beliau tuangkan dalam puluhan buku-bukunya yang menjadi rujukan umat muslim di Indonesia. bukan hanya itu, ketegasan dan kegigihan untuk menegakan Al-Qur’an dan As-Sunnah mencerminkan daya intelektualitas beliau yang tinggi, terimplementasi ketika beliau mendebat Ahmadiyah.
Saat itu beliau dapat mematahkan argumen tokoh berpengaruh di Ahmadiyah dan mampu membungkam argumentasi-argumentasi mereka. beliau juga pernah mendebat seorang tokoh besar atheis di Indonesia, sehingga beliau menjadi perantara hidayah bagi tokoh atheis itu untuk kembali kepada cahaya Islam. bahkan beliau pernah mendebat sang proklamator Indonesia yakni Soekarno tentang pemikirannya mengenai pemisahan negara dan agama (baca:sekuler). sebagai seorang pendebat yang ulung, dialektika berpikirnya didasarkan atas ajaran Islam.

Sebagian besar buku-buku yang beliau tulis, bertemakan fiqih seperti Bulughul Maram, Al-Hikam, Halalkah bermazhab?, Soal-Jawab dan masih banyak lagi. tapi tak jarang beliau banyak menulis buku tentang perpolitikan, salah satunya buku yang berjudul kedaulatan. buku yang membahas tentang kedaulatan pemerintahan Indonesia ini menyinggung tentang demokrasi yang dipaparkan dalam bentuk tanya-jawab. berikut ini adalah terminologi kedaulatan dalam perspektif A. Hassan.

Pertanyaan: Republik Indonesia, dikatakan berdasar demokrasi atau kedaulatan rakyat. bagaimanakah sifat-sifat pemerintahan yang bersendi kedaulatan rakyat itu?

Jawab: Daulat atau daulah, dalam bahasa Arab terpakai dengan arti raja bersama penasehat-penasehatnya, atau kerajaan. diantara kita rupanya telah terpakai makna kekuasaan. jadi, kedaulatan rakyat itu artinya ‘kekuasaan rakyat’.
Tiap-tiap penduduk yang tunduk dibawah satu pemerintahan, dinamakan rakyatnya.
Firman Allah:



Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q. S. Asy-Syura:38)

maksudnya: urusan umum bagi kaum muslimin ditetapkan atau diputuskan dengan rembukan diantara mereka.
dan firman-Nya:

  وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

Artinya: Dan Rembuklah dengan mereka dalam urusan itu. (Al-Imron:159)

Maksudnya: Hai Muhammad! rembuklah dengan kaum muslimin dalam urusan-urusan mereka.
Dua ayat tersebut dengan terang-terangan menunjukan bahwa urusan negara kaum muslimin mesti diputuskan dengan rembukan antara mereka. hingga nabi  Muhammad SAW yang dapat wahyupun diperintah berembuk dengan rakyat.

Cuma ada sedikit perbedaan, yaitu bahwa kedaulatan rakyat dalam Islam, hanyalah di urusan-urusan yang tidak ditetapkan hukumnya dengan wahyu. adapun perkara yang telah diwajibkan, diharamkan, disunnahkan atau dimakruhkan oleh Qur’an atau Nabi SAW itu, tidak berlaku kedaulatan rakyat padanya.

Jadi semua perkara keduniaan yang tidak tersebut hukumnya dalam syari’at hendaklah diatur dengan rembukan rakyat yang dinamakan cara demokrasi. demokrasi diluar Islam apabila tidak bersendi keagamaan, maka semua urusannya tentulah diatur oleh rakyat.

Pertanyaan: Waktu memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, mengapa mereka tidak didasarkan atas syari’at Islam, padahal mereka juga orang-orang Islam?

Jawab: Dari dahulu, mereka sudah berpendirian bahwa negeri yang penduduknya memeluk bermacam-macam agama, tidak boleh satu agama tertentu dijadikan dasar, dan sebagian dari mereka berpendirian bahwa agama tidak boleh dicampur dan tak boleh turut campur dalam urusan negara, yakni negara mesti dipisah dari agama.

Pendapat yang demikian, salah atau tidak bukan disini dan bukan waktunya buat dibicarakan. mereka sudah i’laakan (baca: sumpah) kemerdekaan, dan kita sudah bernaung dalam negara merdeka dengan usaha orang lain, usaha orang-orang yang jumlahnya jauh lebih kecil dari kita. kita mesti ucapkan terima kasih. jalan yang terlalu jauh sudah jadi terlalu dekat. sabarlah, hingga tercapai kemerdekaan yang tidak ada padanya tawar-menawar lagi! disitu dan waktu itu, boleh kita ikhtiar merebut kekuasaan dengan jalan yang tidak melanggar undang-undang, dan sesudah tercapai, tentulah kita dasarkan pemerintahan Indonesia atas syari’at Islam.

Buat mencapai kemerdekaan yang kekal itu, hendaklah kita bersatu dan membantu pemerintah dengan segala tenaga yang diperlukan. kalau kita tidak diperhatikan, hal ini sungguh-sungguh niscaya (baca: pasti). Bisa jadi yang dikejar tak dapat, yang dikandung berceceran.

perlu digaris bawahi bahwa A. Hassan berpendapat agar umat muslim harus bersabar untuk merebut kemerdekaan Islam yang hakiki, menegakan khilafah dengan terlibat dahulu didalamnya. kemudian, Alloh akan memenuhi janji-Nya, Islam akan tegak diatas bumi Alloh. semua itu tidak bisa dicapai sekali lagi bukan karena Islam lemah, tapi karena umat yang terpecah belah. seperti yang dikatakan A. Hassan untuk mencapai kemerdekaan diatas syariat Islam, umat Islam perlu bersatu. Bangkitlah! bersatulah umat Islam! Allohu Akbar!

*Referensi: Hassan, Ahmad Kedaulatan – Malang Toko Timoer





Kajian Surat Yaasiin: Mission Impossible

 Jika kita diminta berdakwah ke tengah masyarakat yang memiliki karakter buruk, angkuh,“songong”, “ndablek”  hatinya sudah tertutup dengan kesombongan dan kemusyrikan yang sudah berkarat. Apa yang kita lakukan? Sanggupkah kita menerima amanah dakwah itu? Atau mungkin seribu alasan kita kumpulkan agar tugas itu tidak jatuh ke pundak kita.

Inilah mission impossible, situasi buruk yang dihadapi para nabi.
Tengoklah kisah Nabi Musa yang diminta mendatangi Firaun yang punya tentara paling kuat dizamannya, punya kekuasaan tak terbatas sampai mengaku sebagai Tuhan. Sementara Musa punya beban psikologis yang berat karena dibesarkan oleh Fir’aun di istananya yang megah. Berapa persentase kemungkinan Fir’aun menerima dakwah nabi Musa? Mungkin 0,0001%, apa Musa menolak?
“Ya Tuhan… jangan saya deh yang datangi Fir’aun, saya kan banyak hutang budi, saya dibesarkan oleh kebaikan Asiah istri fir’aun!!”
Namun ternyata bukan penolakan yang dilakukan Musa, tapi ketaatan dan ketegaran menjalani semua tugas tersebut.
Begitu pula dengan Nabi Nuh. 950 tahun berdakwah hanya memiliki sedikit pengikut. Namun Nuh tetap menjalani misinya dengan segala keteguhan. Apakah Allah complain kepada Nuh yang tidak berhasil membawa banyak pengikut?. Ternyata tidak .Allah tidak pernah melihat hasil, tetapi Allah melihat proses dan perbuatan amal manusia.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٠٥﴾
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.” (At-Taubah: 105)
Mari kita buka siroh Rasulullah Muhammad saw. Mission impossible yang harus Beliau lakukan sangat berat. Terlahir sebagai yatim dari keluarga miskin, tidak punya harta  dan kedudukan, apalagi  pengikut. Namun Allah mengangkatnya menjadi seorang Nabi dengan tugas yang mission impossible. Mengapa dianggap impossible? Karena tanpa bekal apa-apa Muhammad harus berdakwah ditengah kaum yang hidupnya keras, biasa berperang, angkuh, sombong , buta dan tuli hatinya. Karakter masyarakat Makkah ketika itu digambarkan lehernya mendongak, tidak pernah menunduk. Artinya keangkuhan dan kesombongan sudah mengakar kuat mendarah daging, mereka kaum yang sulit menerima nasihat, bahasa lainnya susah didakwahi. Gambaran jelas tentang mereka dalam surat yasin ayat 8-10.
إِنَّا جَعَلْنَا فِي أَعْنَاقِهِمْ أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقَانِ فَهُم مُّقْمَحُونَ ﴿٨﴾ وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ ﴿٩﴾ وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ﴿١٠﴾
“Sesungguhnya kami Telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, Maka Karena itu mereka tertengadah. Dan kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat Melihat. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.” (Yaasiin: 8-10)
Mengapa Allah sudah bilang karakter orangnya susah didakwahi tapi Allah tetap menyuruh Rasul berdakwah, Kenapa pula Rasulullah mau melakukannya?
Setidaknya ada 3 alasan mengapa para Nabi dan Rasul tetap setia dengan misi dakwahnya, merubah yang impossible menjadi possible yaitu:
1. Yakin
Keyakinan yang kuat karena dakwah ini perintah Allah, pasti Allah tidak akan meninggalkannya sendirian. Tidak mungkin Allah memerintahkan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Yakin pasti bisa dilakukan. Berapa persen tingkat keberhasilannya? Itu bukan urusan Nabi , karena Nabi hanya melakukan apa yang diperintahkan Allah. Soal hasil terserah Allah.
Seorang diri Rasulullah berdakwah tanpa bosan dan putus asa. Rasulullah derect selling sendirian, bahasa Islamnya silaturahim kepada siapa saja, yang dikenal maupun orang asing.
“Sudilah kiranya anda duduk sebentar mendengarkan saya, jika ucapan saya anda sukai silahkan bergabung jika tidak suka anda boleh pergi.”
Dakwah Rasulullah mendapat celaan, hinaan, ancaman, siksaan, pemboikotan dan pembunuhan pengikutnya dari golongan budak yang lemah. Sampai Allah gambarkan
Dalam surat Al an’am ayat 33, betapa sedih dan sempit dada Rasulullah mendengar ejekan dan komentar mereka dalam mensikapi dakwah Rasulullah.
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ ۖ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَٰكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ ﴿٣٣﴾
“Sesungguhnya kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), Karena mereka Sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An’am: 33)
Dalam ayat Ini Allah menghibur nabi Muhammad s.a.w. dengan menyatakan bahwa orang-orang musyrikin yang mendustakan nabi, pada hakekatnya adalah mendustakan Allah sendiri, Karena nabi itu diutus untuk menyampaikan ayat-ayat Allah.
Dengan keyakinan dan kesabaran  perlahan-lahan dakwah ini bersemi. Jika dihitung berapa banyak penduduk Makkah yang mati kafir dan yang beriman? Tentu lebih banyak yang beriman. Pada perang Badar yang mati 70 orang, perang uhud belasan orang. Bandingkan yang beriman pada Fathu Makkah yaitu 2000 orang. Nabi membuktikan impossible menjadi possible.
2. Allah maha teliti mencatat amal manusia.
Allah sangat menghargai proses, yang penting beramal dengan cara yang benar. Allah tidak pernah menuntut hasil. Ketika seluruh energy telah dikerahkan, segala daya upaya telah dipersembahkan, maka Allah akan tunjukkan jalan setapak demi setapak. Seperti dalam surat al Ankabut ayat terakhir
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ ﴿٦٩﴾
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Selama 10 tahun rasulullah direct selling di Makkah, tiap musim haji Rasulullah mendatangi tenda-tenda kabilah yang datang untuk tawaf di Ka’bah, baru pada tahun ke 11 kenabian Allah bukakan hati penduduk yatsrib 6 orang  suku Aus dan khodroj untuk masuk Islam. Ya… dari 6 orang ini Islam bersemi di Madinah selanjutnya Rasulullah mengutus Mush’ab bin Umair untuk berdakwah di Madinah meluaskan ekspansi dakwah menyiapkan lading subur kedatangan para sahabat yang mendapat siksaan untuk berhijrah, puncaknya Rasulullah pun berhijrah pada tahun ke 13.
Merekalah yang diberi gelar kaum Anshor yang siap menampung kaum Muhajirin.Seluruh proses dakwah yang Rasulullah lakukan bersama sahabat mendapat ganjaran dari Allah. Bahkan seluruh amal perbuatan manusia dicatat yang baik ataupun yang buruk. Catatan amal inilah yang akan Allah perlihatkan kelak di hari kiamat.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ ﴿١٦﴾ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,  (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 16-18)
Meskipun nabi sudah dijamin masuk surga, namun tetap semangat mengumpulkan amal, semangat berdakwah. Kalau bapaknya tetap kafir, Rasulullah berharap anak cucunya akan masuk Islam. Al walid bin Mughiroh kafir sampai matinya, namun tiga dari empat anaknya masuk Islam salah satu yang terkenal adalah si pedang Allah Kholid bin Walid.
Mari kita buat catatan indah untuk diri kita, hingga ketika dibangkitkan di hari kiamat catatan itu menjadi saksi amal sholeh kita.
3. Contoh yang menginspirasi nabi berdakwah
Contoh ini Allah gambarkan dalam surat Yasin ayat 13 -27. ( Karena panjangnya ayat tersebut , kami harap agar pembaca melihat langsung ke mushhaf.)
Allah gambarkan perumpamaan suatu negeri yang selalu menolak utusan Rasul dari Allah sampai Rasul yang ke tiga juga ditolak. Datanglah seorang laki-laki dari kaumnya berkata: “hai kaumku ikutilah utusan-utusan itu”. Namun kaumnya malah membunuh laki-laki itu. Dan Laki-laki itu masuk surga.
Ya itulah mission impossible yang dilakukan Rasulullah. Manusia tidak ada yang sempurna, justru ketidak sempurnaan inilah menyebabkan manusia butuh untuk  saling menasihati dan saling memberi peringatan.
Jangan berpikir harus banyak ilmu dulu baru berdakwah, banyak amal sholeh dulu baru berdakwah. Selalu merasa diri tak layak jadi dai, tak layak jadi murobbi karena masih banyak dosa, masih kurang ilmu. Mari kembali buka siroh bandingkan kondisi kita hari ini dengan kondisi Rasulullah .
  1. Nabi terlahir sebagai yatim , masih kecil ibunya wafat, dirawat kakeknya, kakeknyapun wafat, dirawat pamannya yang miskin dan punya anak banyak . Bandingkan dengan diri kita apakah kita yatim piatu ? miskin? Ga punya pekerjaan? Mana lebih buruk kondisi kita dengan kondisi Rasulullah?
  2. Nabi hidup ditengah kaum yang angkuh, keras, sulit didakwahi. Kita hidup ditengah masyarakat yang santun, ramah, murah senyum, suka menolong.
Rasul hidup di negeri tandus dan gersang, negeri yang hampir tidak bisa ditanami. Bagaimana dengan negeri kita? Ooo…h sepenggal firdaus, orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman (kata Kues Plus).
Yaa akhii… ya ukhtiii… apalagi yang menghalangimu untuk berdakwah… Yooo ayooo mari bekerja, buktikan cintamu pada pertiwi… wujudkan harmoni  negeri.

Bekasi, jbb,3-5-13. Catatan dari jalasa ruhi tafsir surat Yasiin ayat 1-27 bersama Ustadz Muhith di Al Qolam, Iqro. Dengan berbagai tambahan ilustrasi. Mohon dikoreksi bagi ukhti yang juga hadir.