Tak terasa hari kemerdekaan bangsa Indonesia semakin
dekat. Hari kemerdekaan ini biasanya dirayakan oleh instansi-instansi
pemerintahan dengan mengadakan upacara bendera dan mengadakan berbagai macam
perlombaan.
Karnaval-karnaval dari para siswa TK sampai ketingkat
sekolah menengah atas memenuhi jalanan. Mereka memakai pakaian berbagai macam
profesi seperti, dokter, guru, polisi, tentara, bahkan ada yang berpakaian
seperti pekerja romusa pada zaman penjajahan Jepang.
Tak ketinggalan mereka juga mengenakan pakaian adat dari
masing-masing daerah yang turut meramaikan karnaval ini dengan corak yang
indah dan warna-warna yang mencolok. Bunyi terompet pun turut menambah
gegap gempitanya perayaan ini.
Gerbang desa penuh dengan umbul-umbul dan bendera merah
putih yang juga dapat di temui di lapangan-lapangan desa atau tempat
berkumpulnya masyarakat untuk merayakan hari kemerdekaan ini. Berbagai macam
perlombaan digelar.
Sewaktu kecil aku
masih ingat sengaja datang ke lapangan desa untuk menyaksikan lomba makan
kerupuk, mengambil koin dari semangka, balap karung, balap kelereng, dan juga
lomba yang paling di tunggu-tunggu yaitu panjat pinang yang pesertanya sangat
bersemangat memanjat batang pinang yang sudah dilumuri pelumas kendaraan
bermotor.
Para peserta bertumpuk tumpukan di batang pinang yang
kasian, tak tau harus berbuat apa karena digencet-gencet oleh bapak-bapak dan
pemuda yang mempunyai ambisi yang sama, yaitu meraih semua hadiah yang berada
di puncaknya. Sungguh semarak perayaan 17 Agustus ini, dan pastinya setiap
daerah akan mempunyai cara tersendiri untuk merayakan kemerdekaan.
Sebagai umat Islam, tentunya merdeka bukanlah semata
merdeka dari penjajah dan bukan juga suatu keberhasilan untuk mengusir hukum
lama dan menggantinya dengan konstitusi baru yang ditetapkan oleh orang
Indonesia sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak asing, tapi makna
merdeka dalam agama kita, lebih kepada kemerdekaan ruhani dari segala yang
membelenggu ruh itu.
Islam datang membawa konsep kemerdekaan hakiki. Merdeka
dari segala hal yang menjadikan manusia sebagai budak. Pada masa jahiliyah,
kafir Qurais pada saat itu menyembah berhala, sedangkan di berbagai belahan
dunia lainnya seperti India misalnya, mereka mengenal kasta-kasta.
Kasta tertinggi memperbudak kasta yang berada di
bawahnya, dan kasta dibawahnya memperbudak kasta yang lebih rendah darinya.
Sehingga kasta terakhir bagi mereka bukanlah manusia, yaitu manusia yang
diperlakukan seperti hewan. Untuk inilah Islam datang. Menjadikan manusia,
sebagai manusia seutuhnya.
Islam datang memerdekakan manusia dari penghambaan kepada
berhala menuju kepada penghambaan yang hakiki, yaitu penghambaan kepada Rabb
pencipta semesta alam yang memang berhak disembah. Dalam Islam juga tak dikenal
kasta yang memperbudak manusia. Dalam islam, semua manusia sama, semua manusia
merdeka. Juga tak kalah penting Islam datang menawarkan konsep kemerdekan yang
sempurna. Merdeka dari nafsu diri dan dunia.
Sebagai seorang muslim, tak layak kita cuma memandang
kemerdekaan itu dari perginya penjajah dari negeri kita sedangkan hati dan
fikiran kita sendiri masih terjajah. Hati sibuk untuk mencari dunia kemudian
melupakan urusan akhirat. Setiap hari sibuk memikirkan bagaimana cara menambah
kekayaan, bagaimana mendapatkan harta untuk membeli mobil, pakaian, perhiasan,
rumah mewah, jalan-jalan ala jetset dan lain sebagainya.
Fikiran kita sibuk berkutat dengan moderenisasi global
yang tak terfilter lagi sehingga menjadikan gaya hidup seorang muslim seperti
gaya hidup seorang penjajah. Nafsu pun terjajah oleh kehidupan dunia. Ketika
nafsu seseorang telah dijajah maka semua cara dihalalkan untuk memenuhi hawa
nafsu itu yang kemudian ia akan terjerumus kepada maksiat yang tak ada habisnya.
Akhirnya, manusia yang dikuasai oleh hawa nafsu, bukanlah manusia yang merdeka.
Kita masih terjajah. Ya, kita sedang dijajah. Selama 68
tahun Indonesia merdeka, sebenarnya kemerdekaan hakiki itu belum kita temui.
Kehidupan sosial, politik dan ekonomi kita masih dikuasai pihak asing. Umat
Islam di Indonesia pun turut dijajah pemikirannya dengan politik adu domba
mereka. Sehingga bukan pemandangan yang asing lagi ketika kita mendengar adanya
jamaah Islam membantai jamaah Islam lainnya. Sedangkan dalam kehidupan ekonomi
bukan hal baru jika kita menyinggung kasus
PT. Freeport di Papua. Hanya 1 % hasil tambang itu untuk
bangsa Indonesia dan hasilnya untuk Amerika. Disaat mereka asik mengeruk
kekayaan bangsa Indonesia, disaat itu pula anak- anak Indonesia meregang nyawa
karena kemiskinan yang mereka derita. Penjajahan mana yang lebih keji dari
penjajahan ini?
Tak ada yang patut disalahkan karena memang kita adalah
umat yang lemah dan terus membiarkan hawa nafsu kita terjajah. Kita belum bisa
memerdekakan individual kita sendiri dari nafsu diri dan dunia hingga dapat
memerdekakan bangsa ini. Walaupun para penjajah itu telah pergi, mereka dapat
kembali menjajah kita dengan pembodohan pembodohan yang berkepanjangan.
Demikianlah moment 17 Agustus kali ini hendaknya dapat
kita isi -sebagai seorang muslim hakiki tentunya- dengan sebuah istropeksi
menarik yang berbentuk pertanyaan. Apakah kemerdekaan ini memang milikku dan
milik bangsaku?
Dakwatuna.