Partai Keadilah Sejahtera (PKS) memang luar biasa.
Langkah-langkah politiknya memperlihatkan kecerdasan, keberanian dan kematangan
dalam berpolitik di dunia politik Indonesia.
“Badai Sapi” yang melanda PKS beberapa waktu lalu,
meskipun belum selesai, kini terasa mereda dan hanya meninggalkan “luka-luka
lecet”. Sampai sejauh ini PKS dapat mengatasinya dengan baik.
Malah kalau disimak lebih jauh, badai tersebut justru
telah berhasil melambungkan nama PKS, menjadi menu utama di berbagai media
massa. Di media kita ini, Kompasiana,
keyword PKS berada diurutan teratas pencaharian netizen di bulan lalu,
dan kemungkinan besar untuk bulan ini dan bulan berikutnya [Ketika Jokowi
Dikalahkan PKS, Search Analytic Alexa].
Suka atau tidak, berdasarkan hipotesa yang didukung berbagai
fakta, badai itu telah meningkatkan kepopulerannya.
Kemudian, PKS berhasil memperpanjang atau melanjutkan
masa ketenaran ini (yang secara tidak langsung diakibatkan oleh badai sapi)
dengan kekonsistenan dan keberaniannya sebagai partai yang pertama dalam
menolak rencana pemerintah untuk menaikkan BBM bulan ini.
Kekonsistenan akan sikapnya tersebut telah menarik
simpati dari berbagai kalangan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
[Republika], dan diikuti oleh penolakan partai-partai lainnya yaitu PDIP ,
Gerindra dan Hanura [VivaNews/Tempo].
Selanjutnya PKS dengan tenang dan bijaksana menghadapi
berbagai caci maki dan hinaan atas sikapnya tersebut (terutama dari elit Partai
Demokrat, lagi, justru meningkatkan simpati sebagian rakyat kepada PKS) karena
posisi PKS yang berada dalam partai koalisi pimpinan SBY.
Padahal kalau diteliti secara seksama, PKS tidak ada
melanggar isi perjanjian koalisi [Kompas].
Tidak ada disebutkan bahwa PKS harus selalu menyepakati
kebijaksanaan koalisi. PKS tidak ada menyerang dan mendiskreditkan partai lain.
Tidak ada kewajiban bagi PKS untuk mengundurkan diri apabila berbeda dengan
keputusan partai-partai lain dalam koalisi, kecuali atas keputusan pimpinan
koalisi.
Hingga hari ini belum ada keputusan resmi untuk mengeluarkan
PKS oleh pemimpin koalisi, sepertinya SBY takut terhadap akibat keputusannya
apabila ia mengeluarkan PKS dari koalisi.
Sungguh sangat menarik sekali ucapan Hidayat Nurwahid
dalam menyikapi hal ini, bahwa normal menggunakan kaki dua, karena kalau satu
kaki berarti pincang [Kompas]. Selain
itu beliau juga menegaskan bahwa PKS bukan bawahan Partai Demokrat [Kompas].
PKS tetap menjaga jati dirinya, meskipun berkoalisi
dengan partai-partai lain.
Well Dear Readers…
Sungguh PKS merupakan partai yang disegani dan sangat
berpengaruh dalam dunia politik di Indonesia, yang dapat dilihat banyaknya
pembahasan mengenai sepak terjang PKS, dari pernyataan-pernyataan elit-elit
politik dan dari opini-opini rakyat di berbagai media massa.
Menyimak kebijaksanaan-kebijaksanaannya yang sangat
cerdas ini, masuk akal, Presiden PKS, Anis Matta, memiliki keyakinan bahwa PKS
akan mencapai tiga besar dalam pemilu tahun depan [Detik].
Rahmad Agus Koto
http://politik.kompasiana.com