Ini
adl episode lanjutan sikon 2012 yg saya pernah sebut sbg tahun politik
"saling sandera". Pemicunya kegagalan konsolidasi kekuasaan
Kenapa dr posisi saling-sandera bergerak ke pertarungan politik? Krn jelang 2014 sbg tahun penentuan nasib eksistensi politik.
Ironinya
politik saling-sandera justru menggunakan kasus2 hukum yg menimpa
sejumlah aktor politik di berbagai lembaga kekuasaan.
Benih awal kasus2 hukum muncul dan dikembangkan thd kekuatan politik di luar kekuasaan untuk melemahkan daya oposisionalnya.
Sehingga muncullah istilah "oposisi setengah hati". Dan gesekan internal kekuatan2 politik di luar kekuasaan mulai tersemai.
Namun selain tekanan, juga dibuka ruang akomodasi terbatas thd aktor politik oposisional oleh pusat kekuasaan di eksekutif.
Impact
tekanan diperkuat dgn dukungan media-engineering. Shg ada fase waktu
kekuatan2 oposisional sangat kewalahan dan kelelahan.
Namun
tiba2 terjadi ledakan kasus hukum justru pada dan libatkan aktor
kekuatan politik utama. Nyaris tak terkontrol situasinya.
Koalisi kekuasaan yg lemah konsolidasi dan rentan kompetisi menggiring aktor politik utama sprt sendirian hadapi kemelut kasus.
Smntr antar lembaga penegakan hukum jg terjadi friksi dan konflik kewenangan. Ada "cicak-buaya", dll. Arus yg sporadis.
Lalu
publik & media muncul sgt gagah mendorong arus isu yg berujung pd
tergerusnya kepercayaan & dukungan thd aktor utama kekuasaan.
Lalu
berjalanlah operasi penguatan kontrol thd lembaga penegakan hukum, dan
pemetaan celah2 kelemahan teman yg dipersepsi sbg lawan.
Seiring itu menjamurlah kasus2 hukum baru pada dan libatkan aktor2 politik yg lebih banyak dan luas. Baik teman ataupun lawan.
Namun nyaris sedikit kasus2 yg benar2 tuntas proses hukumnya. Selebihnya masuk file rapat2 dan ditumpuk rapi di atas meja.
Muncullah "X-Files" yg digunakan untuk bernegosiasi, menekan, menyandera atau satu waktu jika diperlukan untuk "membunuh".
Smntr
target sandera jg punya reserve berupa peluru sikap politik thd kasus
yg meledak sebelumnya. Hubungan politik "benci tp rindu"
Reshuffle jadi "stick and carrot" strategy manakala ada sikon yg dinilai mulai membahayakan. Ada yg cemas ada juga yg syuur.
Thn
sandera politik berakhir ditandai puncak ledakan kasus sblmnya. Ada
semacam "aborsi kepemimpinan" di tubuh aktor utama kekuasaan.
Survey2
ttg populeritas, kepuasan dan elektabilitas parpol dan tokoh2 politik
ciptakan was-was psiko-politik. Tp ada jg yg syur.
Bagi kekuatan yg blum berkuasa berpikir: "kesempatan makin terbuka..!" Lalu siapkan berbagai langkah dan amunisi.
Bagi
kekuatan politik yg akan berakhir umurnya, berkrenyit: "akankah
husnul-khatimah ?" Dan susun siasat perpanjang usia politik.
Bagi
kekuatan oposisi yg sdh setengah hati jg ancang2: "jangan lagi lewati
jalan yg melelahkan.." Mereka siapkan ikon-ikon baru.
Knp
di penjara para napi sering berkelahi? Pertama, krn sikon tersandera
membuat tidak nyaman & ingin berontak. Kedua, saling curiga.
Ketiga, berkembang instink survival of the fittest. Ketiga hal inilah yg mewarnai suasana
Lalu mulailah lapangan politik menjelma menjadi arena pertarungan. Dgn modalitas yg sdh disemai sblmnya: kasus hukum!
Apa karakter dari arena pertarungan ini? Penting untuk bisa pahami polanya.
Pertama, karakter ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan antar aktor yg ada dlm arena. Bahkan meski mereka punya nasab keluarga.
Shg sifat pertarungan akan jadi sgt emosionil. "Kalap" bahasa awamnya. "Kill or to be killed". Serem ya?
Karakter
kedua, multi-target fighting krn banyak aktor dgn kepentingan masing2.
Bisa kolaborasi sesaat tp sgr saling hantam setelahnya
Alhasil pola tarung agak acak dan semua jurus akan dipakai. Tapi dlm situasi begini akan ada yg bermain diam2 tp mematikan.
Karakter
ketiga, politisasi kasus2 hukum. Pengungkapan dan pemprosesan kasus
hukum bukan tuk penegakan hukum tp pembunuhan politik.
Alhasil
judulnya "killing you softly". Vonis pengadilan gak utama, yg penting
mutilasi pelan2 dlm keadaan hidup dan dipertontonkan.
Karakter
keempat, gaya megaphone lembaga penegakan hukum. Bicara keras, atraktif
dan kalau perlu akrobatik. Gagah tp kadang gagap.
Akibatkan
proses hukum sprt infotainment dgn host yg mengatur tutur-kata dan
gaya, dan tayangan visual yg dramatik. Masy ternganga.
Jadilah
lapangan penanganan kasus hukum sprt arena gladiator yg ditopang
sorak-sorai massa penonton. Dramatik, menghibur meski sadis.
Arena gladiator biasanya pemenang dan pecundang sdh diatur sesuai keinginan sang raja.
Jika
saja ada yg bisa inventarisir kasus2 hukum yg libatkan aktor2 politik
yg menumpuk & mengendap di meja2 itu, anda akan tercengang!
Yg dipaparkan @TrioMacan2000 misalnya hanya sepersekian saja. Inilah wajah tahun pertarungan politik
Sang raja punya agenda, begitu pula para patih, demikian juga para wedana, dst. Juga calon2 raja punya agenda juga pastinya.
Tapi perspektif mainstream-nya adalah bgm mengamankan eksistensi paska pesta demokrasi dr kekuatan2 yg berpotensi mengganggu.
Dlm
sejarahnya, unsur2 kekuatan muda yg progresif jadi sasaran utama. Meski
seringkali sejarah akhirnya munculkan mereka sbg pemenang.
Atau muncul barisan di luar arena gladiator yg muak dgn permainan ini, lalu bersama-2 merobohkan stadion megah yg sudah goyah.
Tapi
saudaraku, demokrasi ini kita bangun 14 tahun lalu dgn perjuangan,
pengorbanan dan biaya yg besar. Kewajiban kita menjaganya!
Biarkan
rakyat dgn bebas dan cerdas menentukan pilihan pemimpinnya nanti. Dan
arahkan kontestan berkompetisi dgn fair dan sportif.
Hormati
kekuasaan selama mereka mengabdi, tapi nasehati ketika mereka bermain
api. Tiap kesalahan punya pertanggungjawabannya sendiri.
Para penegak hukum adalah benteng demokrasi. Jangan anda jebol dinding itu sendiri. Lantaran tunduk pada ambisi dan anarki.
Hukum
kami jika salah, tapi jangan cari-2 kesalahan dgn digirng misi. Jk anda
mampu berdiri di atas kaki sendiri, rakyat akan simpati.
MahfudzSiddiq
islamedia.web.id