Minggu, 26 Mei 2013

Ketika 'Gajah-gajah Besar' Ingin Jadi Penguasa Tunggal



Oleh Budiman Mustofa, Lc.,M.P.I
Solo


Masih ingatkah memori Anda dengan kisah Ash-haabul Fiil (tentara bergajah). Ya…kisah ini diabadikan dalam surat Al-Fiil, surat Makkiyah, surat yang ke-105 pada juz 30.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun yang sama saat kelahiran nabi besar Muhammad saw. Anda masih ingat apa yang menjadi alasan utama mengapa tentara Abrahah bin Al-Asyram bersikeras untuk menyerang Mekkah? Ya…karena alasan utamanya disana ada Kakbah, sebagai simbol orang-orang Mekkah dan jazirah Arab sekitarnya beribadah ketika mereka melakukan ibadah haji. 
Kita tahu bahwa Kakbah adalah warisan nabi Ibrahim dan Ismail yang dibangun atas perintah Allah swt sebagai simbol kiblat ibadah yang paling mulia dan diberkahi di muka bumi ini. Sekalipun, kenyataannya sepeninggal mereka berdua banyak orang yang  menyeleweng dari ajaran nabi Ibrahim, hingga diutusnya nabi Muhammad saw yang bertugas untuk mengembalikan mereka pada ajaran yang benar.
Dengan kemauan kerasnya, Abrahah Gubernur Yaman saat itu, ingin menghancurkan Kakbah. Selain karena ia telah berjanji kepada Raja Najasyi (penguasa negri Habasyah/bagian Afrika), sebagai bentuk pengabdian dan ketaatannya, ia juga telah mempertimbangkan secara matang ancaman ekonomis, politis, sosiologis, dan demografis yang akan ditimbulkan jika penduduk Mekkah dengan Kakbahnya yang sangat strategis mengalami perkembangan yang maju di hari depannya. Semua pun bisa membaca potensi tersebut ada pada keberadaan Kakbah yang tidak pernah sepi dari lawatan semua pedagang dan pengunjung. Juga tempat transit yang sangat nyaman dan tepat dari berbagai negri.
Oleh karena itu Abrahah telah memutuskan beberapa langkah antisipatif. Step awal, sebagai trial dan dengan penuh percaya dirinya adalah membangun replika Kakbah yang jauh lebih megah, lebih meyakinkan performancenya, lebih attractiv dan menelan biaya yang sangat besar. Ia letakkan replika Kakbah di dalam sebuah gereja yang sangat besar dan megah itu. Gereja yang disebut sejarah dengan gereja Al-Qulais.
Harapannya negri Yaman akan berubah menjadi negri yang sangat ramai, sebagai pusat trading, sumber ekonomi, mendapatkan dukungan sosial politik yang besar dari segala penjuru, sekaligus sebagai pusat peribadatan. Kakbah jelas akan berpindah ke Yaman. Dan Kakbah yang bentuknya jelek di Mekkah itu akan tinggal onggokan. Ini persepsi Abrahah. Namun faktanya, tidak ada perkembangan yang menggembirakan yang diharapkan sebagaimana persepsi Abrahah. Semakin hari replika Kakbah di gereja Al-Qulais semakin sepi pengunjung. Opini public tidak seperti opini yang Abrahah bangun. Ini sungguh, sangat mengecewakan. Dan sangat membahayakan masa depan kekuasaannya.
Oleh karena itu, Abrahah sebagai penguasa tertinggi, harus cepat segera mencari step kedua, sebagai langkah pamungkas. Sebab, ia tidak rela kerja kerasnya selama ini tidak membuahkan hasil apa-apa. Langkah kedua ini haruslah langkah yang sensasional. Harus langkah yang extraordinary. Harus menggemparkan publik. Membuat semua penduduk negri gemetar, takut akan kedigdayaannya, terutama bagi penduduk Mekkah, yang memiliki Kakbah. Jika langkah itu tidak segera diambil, maka masa depan Abrahah dan kekuasaannya akan suram.
Tahukah Anda apakah the next step yang diambil Abrahah? Ya… Dia harus menghancurkan symbol Kakbah sehancur-hancurnya. Dan ia sendiri yang harus memimpin operasi pembumihangusan itu. Ia harus mengontrol semua pergerakan pasukannya. Di bawah komandonya. Atas kendalinya. Dengan demikian ia sendiri yang merasakan capaian titik klimaks dendam dan rasa irinya yang sudah tidak tertahan. 
Cukupkah? Oh tidak..!! Pasukan yang ia bawa juga harus pasukan khusus. Pasukan bergajah. Dan bukan sembarang gajah juga, tapi gajah yang dipakai untuk operasi pembumihangusan, juga harus GAJAH YANG SUPERBODY (gajah terbesar). Yang belum pernah ada dimanapun. Yang bisa menimbulkan goncangan psikologis (psychological shock), sekalipun hanya sekedar melihatnya.
Diceritakan dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa gajah-gajah yang terbesar, yang berjumlah 12 itu, ditempatkan pada garda terdepan. Keduabelas gajah terbesar itu kaki mereka diborgol oleh Abrahah. Sehingga pergerakan mereka tidak bebas dan bisa diarahkan sesuai dengan keinginannya.
Singkat cerita, mereka sampai di Mekkah. Bahkan dikisahkan jika mereka melewati suatu perkampungan, maka Abrahah ‘menyita’ dan ‘merampok’ semua harta penduduknya. Termasuk ketika sampai di pinggiran kota Mekkah ia juga ‘menyita’ 200 onta milik Abdul Muthalib. Abdul Muthalib pun tidak terima dengan tindakan premanisme Abrahah. Maka, ia menuntut Abrahah agar mengembalikan 200 onta miliknya.
Dengan nada mengejek Abrahah balik bertanya, “Engkau datang kepadaku hanya ingin mengambil 200 onta? Sungguh sangat hina. Kenapa engkau malah tidak melakukan pembelaan terhadap Kakbah yang akan segera aku hancurkan?.”
Maka Abdul Muthalib menjawab, “Engkau tahu, bahwa 200 onta ini milikku. Adapun Kakbah itu sudah ada pemiliknya. Pemilik Kakbah itulah yang akan melakukan pembelaan terhadapmu. Pemilik Kakbah inilah yang akan menjaganya (inna lihaadzal baiti rabban yahmiihi).”
Jawaban ini mengisyaratkan bahwa Abdul Muthalib tidak ada rasa cemas dan takut sama sekali ketika berhadapan dengan Abrahah, Sang Pemimpin Pasukan Bergajah. Ia juga tidak akan melakukan pembelaan yang membabi buta atas rencana Abrahah yang akan menghancurkan Kakbah. Ia hanya mengingatkan sifat arogannya akan berujung pada kehancuran dan kebinasaan. Sebab, yang menyelesaikan masalah ini semua adalah Sang Pemilik Kakbah. Tapi. ternyata nasihat ini tidak digubris Abrahah.
Ia bertambah arogan. Ia justru langsung mengerahkan pasukannya menuju Kakbah. Semua penduduk Mekkah hanya terdiam. Mereka hanya menonton di balik perbukitan. Rumah-rumah mereka kosongkan. Mereka hanya menunggu keajaiban dari langit. Sebab, mereka tidak mungkin ampu menghalangi tentara bergajah itu.
Abdul Mutahlib pun mulai berdoa. Memasrahkan semua pada kehendak Zat Yang Memiliki Kakbah. Dan terjadilah apa yang terjadi. Semua tentara bergajah yang dating penuh arogan itu hancur lebur berkeping-keping, bagaikan dimakan ulat. Mereka diserang oleh tentara Allah dari langit. Allah mengutus sekelompok burung yang membawa batu-batu panas dari neraka jahannam untuk menghancurkan tentara bergajah.
Bahkan dalam tafsir diceritakan kedahsyatan dan kengerian pembalasan Allah itu, ketika gajah atau pasukan manusia itu terkena lemparan batu pasukan burung, maka kulit dan dagingnya langsung mengelupas. Tinggal tulang belulang. Maha besar Allah atas pertolongannya terhadap orang-orang yang terzalimi.
***
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

(QS Alfiil)
Saudaraku yang dirahmati Allah…
Surat Al-Fiil ini turun untuk menghibur, membangun dan membangkitkan optimisme nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya di tengah terpaan badai dakwah yang luar biasa di kota Mekkah. Surat ini seakan meyakinkan bahwa inna lihadzihid da’wati rabban yahmiiha (sesungguhnya dakwah ini milik Allah, dan Allah lah yang akan menjaganya).
Maka, luruskanlah niat. Dekatkan diri pada Allah. Pupuklah semangat. Bangkitkanlah optimisme. Tidak ada satu pun yang mustahil jika Allah menghendaki. Allohu Akbar…!

Salam Cinta – Kerja dan Harmoni.