Kamis, 18 April 2013

Perempuan Di Medan Dakwah | Catatan Akhwat PKS by @miniebintis

Perempuan adalah tiang negara. Maju mundurnya sebuah bangsa tergantung bagaimana penguasa memberdayakan kaum hawa. Perempuan merupakan madrasah pertama bagi anak, sehingga pondasi awal kecerdasan anak ditentukan oleh cara asuh ibu. Perempuan merupakan istri yang meneguhkan perjuangan suami, baik buruknya seorang istri akan sangat berpengaruh pada kinerja dakwah suami. Karena dibalik laki-laki besar selalu ada perempuan tangguh dibelakangnya, dan hanya rahim yang unggul yang dapat melahirkan generasi yang unggul pula. Peran menjadi istri dan ibu bagi perempuan adalah kehormatan dan kemuliaan.

Hawa diciptakan bukan hanya untuk mendiami rumah, tidak hanya di dapur, sumur, dan kasur, sejarah bahkan mencatat bahwa syahidah Islam pertama kali adalah perempuan, yaitu Sumayyah. Selalu ada peran aktif perempuan dalam setiap kemenangan, hadirnya terkadang di depan, ada kalanya pula ia bekerja di belakang layar. Negara yang tidak memiliki perempuan hebat, adalah negara mandul. Ia tidak kuasa mengontrol regenerasi penerus bangsa agar mampu berkompetisi dan bersaing untuk memajukan bangsa.

Perempuan hebat bukan bidadari yang turun dari langit, melainkan perempuan bumi yang melakukan kerja- kerja langit. Partisipasi aktif dari para perempuan merupakan syarat mutlak dalam membangun bangsa. Islam menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai partner kerja dalam setiap lapangan kehidupan. Dalam dunia pendidikan, perempuan hadir sebagai tenaga fungsionaris maupun struktural. Profesi apa saja bagi perempuan diperbolehkan dalam Islam selama ia mampu menyeimbangkan setiap peran yang diemban. Tidak ada larangan selama ia bisa menjaga batasan syar'i, baik dalam berbusana maupun berbahasa.

Betapa pentingnya kedudukan perempuan dalam kancah kemajuan Islam. Sehingga kontribusinya dinanti untuk mewarnai dakwah ini. Berdakwah di dalam dan luar rumah akan terlihat indah sepeti pelangi, saat laki-laki dan perempuan saling melengkapi. Seiring perkembangan zaman, umat Islam semakin jauh dari batas ideal beragama. Yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar.

Antara idealita dengan realita timpang tindih. Di negeri ini, jika kita menemui para pengemis, mereka akan berkata "aku seorang muslim". Saat kita pandangi masyarakat yang tinggal di rumah kumuh dan kita tanya agamanya, mereka muslim. Arahkan kembali pandangan kita kepada para TKW, mereka juga mayoritas muslim. Datanglah ke bar-bar dan diskotik, para pekerja seks komersial juga kebanyakan muslim. Tanya kepada seorang anak SD, apakah orang tuanya shalat di rumah?. Mayoritas dari mereka akan katakan tidak shalat. Pergilah ke pasar, mol, jalan raya, dan tempat lain, mayoritas perempuan tidak mengenakan jilbab, saat ditanya mereka akan berkata "kami seorang muslim".

Kita akan menemui begitu banyak permasalahan Islam. Izzah Islam akan semakin terpuruk jika para kader dakwah tidak selalu siaga berkorban dan berjuang memperbaiki penyakit umat. Oleh karena itu, seorang perempuan shalihah harus mau dan mampu menjadi dokter – dokter yang sabar mengobati tanpa dibayar, sabar menerima keluhan pasien, sabar saat dikurangi waktu istirahatnya tatkala ada operasi yang harus segera dilakukan, dan masih banyak lagi kontribusi yang menuntut pengorbanan.

Indonesia menanti kehadiran para pahlawan, mereka adalah orang-orang yang hadir saat idealisme tidak sama dengan realitas. Sebagaimana kemunduran ada penyebabnya, maka untuk kembali bangkit juga ada penyebabnya. Penyakit masyarakat merambah di seluruh lini kehidupan, maka dakwah juga harus hadir dalam setiap sendi. Tidak berlebihan saat penulis katakan bahwa dakwah partai PKS adalah dakwah yang menyentuh seluruh aspek kehidupan.

Lihatlah para akhwat PKS, kita akan menemui aktivitas mereka dipenuhi dengan agenda dakwah. Tidak melulu dengan mengisi ceramah dalam sebuah pengajian, dalam menjalani profesi yang ditekuni mereka juga tidak meninggalkan dakwah. Mereka on mission dalam hidup. Saat menjadi guru, mereka tidak hanya mengajar melainkan juga menanamkan nilai- nilai keislaman pada siswa. Saat menjadi pengusaha, mereka juga mengisi kelompok- kelompok pengajian. Mereka hidup dan menghidupkan.

Mereka memberi harapan saat yang lain acuh terhadap permasalahan umat. Sesibuk apapun mereka di luar rumah, peran mereka sebagai ibu dan istri masih tetap terjaga. Penulis sangat kagum dengan seorang ummahat yang begitu power full dalam dakwah. Beliau ibu dari 3 orang anak yang bekerja menjadi seorang guru, namun ia masih tercatat menjadi pengurus ormas Islam. Jumlah anaknya yang berentet, menyadarkan saya bahwa beliau kemungkinan besar tidak KB. Seolah tubuhnya tidak mau berkompromi untuk terus memberi yang terbaik demi Islam. Suaminya juga seorang aktivis.

Sisi lain yang menambah kekaguman saya adalah, beliau lah satu- satunya kader akhwat yang saya kenal sudah menikah namun masih aktif dalam ormas dan terjun langsung ke lapangan. Ia mengikuti syuro dan seluruh agenda organisasi. Ia tidak takut sama sekali untuk menyuarakan kebenaran saat ia melihat ketidak adilan. Pribadinya ramah dan murah senyum. Ia juga siap dipoligami, saya merasakan kelembutan yang menghujam saat berinteraksi.

Sosok seperti beliaulah permata. Pesona diatas pesona, ummahat itu begitu ingin memberikan segala apa yang ia punya demi dakwah. Cobalah kita renungi, perasaannya nomor dua setelah keridhaan suami yang utama, sehingga ia mau dipoligami. Tubuhnya yang letih nomor dua, setelah yang utama rahimnya dapat berdaya melahirkan jundi-jundi Allah. Gelarnya dipanggil ummi, tidak menyurutkan langkah untuk terus berkontribusi dalam ormas Islam. Dan aku yakin, nun jauh disana beliau juga aktif mengisi halaqoh dan berinteraksi ramah pada masyarakat.

Subhanallah…, begitulah selayaknya perilaku seluruh akhwat PKS. Begitulah saat diri telah diwaqafkan untuk kejayaan Islam. Ia tidak akan membiarkan secuil peluang kebaikan terlewat selama ia mampu untuk melakukannya. Wallahu alam..

Rusmini Bintis

http://sosok.kompasiana.com