A supporter of former President Morsi read the Koran in Cairo
Kehidupan di Kairo tiba-tiba membaik. Antrean panjang untuk membeli
bahan bakar tak terlihat, listrik yang dulu sering putus kini lancar
menyala, dan polisi kembali bertugas di berbagai ruas jalan.
Ini semua terjadi ketika Presiden Mohammad Morsi digulingkan dan para
menteri ditahan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa terjadi perbaikan
hanya dalam waktu sekejap mata?
Menurut surat kabar Amerika Serikat The New York Times (NYT),
'keajaiban' ini bisa dimungkinkan karena ada peran penting aparat dan
birokrat dari era Mubarak yang masih kuat menopang roda pemerintahan
Mesir.
Baik disengaja atau tidak 'orang-orang lama' ini mengambil peran
menentukan dalam mengubah kualitas kehidupan rakyat di bawah
kepemimpinan Morsi.
Para pendukung Morsi dan Ikhwanul Muslimin mengatakan kehidupan rakyat
yang tiba-tiba membaik ini menunjukkan ada konspirasi untuk menjatuhkan
Morsi. Ada keinginan kuat untuk mengesankan bahwa Morsi telah gagal dan
tak layak memimpin negara, kata pendukung Morsi.
Menjelang pelengseran Morsi, hampir semua badan negara yang mengurusi
hajat hidup banyak seperti lumpuh. Polisi tak terlihat keberadaannya.
Ketiadaan bahan bakar minyak, listrik, dan rasa aman membuat publik
marah dan frustrasi.
“Itu semua adalah persiapan untuk kudeta,” kata Naser el-Farash, juru
bicara di Kementerian Perdagangan Dalam Negeri di pemerintahan Morsi.
“Berbagai badan dan lembaga pemerintah berperan menciptakan krisis,” tambahnya.
The New York Times juga mencermati 'kekuatan-kekuatan' lain yang bekerja
di balik layar. Mereka ini, di antaranya kalangan mapan yang dekat
dengan Mubarak dan sejumlah jenderal, membantu membiayai, mengorganisir,
dan menjadi penasehat gerakan untuk menumbangkan Morsi.
Beberapa nama yang masuk dalam kelompok ini di antaranya adalah Naguib
Sawiris, miliuner dan penentang Ikhwanul Muslimin, Tahani el-Gebali,
mantan hakim di Mahkamah Konstitusi yang dekat dengan para jenderal yang
sekarang berkuasa, dan Shawki al-Sayed, penasehat hukum Ahmed Shafik,
perdana menteri terakhir Mubarak, yang dikalahkan Morsi di pemilihan
presiden.
Dari tanda-tanda konspirasi ini, yang paling kasat mata adalah munculnya kembali polisi ke jalan-jalan.
Hubungan Morsi dan institusi polisi memang tak bisa dikatakan baik dalam
setahun ini. Upaya Morsi mereformasi Departemen Dalam Negeri (tempat
kesatuan Polisi berada) belum bisa dilakukan sepenuhnya.
Padahal polisi sangat diperlukan dari mulai mengatasi kejahatan hingga
membantu melancarkan lalu lintas yang macet. Pada intinya polisi
berperan penting meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari dan juga di
bidang ekonomi.
Tapi polisi menghilang sampai kemudian muncul aksi protes menentang Morsi.
Tiba-tiba saja mereka berada di jalan-jalan ikut mengamankan kelompok anti-Morsi.
Dan tiba-tiba saja muncul baliho dengan tulisan yang berbunyi, “Keamanan
Anda adalah misi kami. Keamanan Anda adalah tujuan kami.”
Baliho ini dilengkapi foto besar polisi yang dikelilingi anak-anak yang tersenyum.
Ketika Mubarak dilengeserkan setelah 30 tahun berkuasa, birokrasi yang
ia bangun sebagian besar masih bertahan. Masih banyak pula kalangan
pengusaha, salah satu pilar penting rezim lama, masih punya kekayaan dan
pengaruh.
Mereka ini mendukung dan ikut mengatur gerakan dan kampanye sistematis melengserkan Morsi.
Mereka disatukan agenda yang sama: tidak ingin melihat Mesir dipimpin Morsi dan Ikhwanul Muslimin.***
__
*Diolah oleh admin @PKSInggris dari artikel New York Times: “Sudden Improvements in Egypt Suggest a Campaign to Undermine Morsi” yang bisa diakses di http://nyti.ms/1aLx32A