SETELAH berjalan setahun sejak berlakunya Perjanjian
Hudaibiyah, Nabi dan sahabat-sahabatnya sudah dapat melaksanakan umrah.
Berangkatlah mereka ke Makkah dengan total rombongan sekitar dua ribu orang.
Tidak seorang pun dari mereka membawa senjata selain sebilah pedang yang
disarungkan untuk sekedar membela diri.
Bilamana Quraisy mengetahui kedatangan Muhammad, mereka
segera keluar dari kota Makkah dan menyingkir ke bukit-bukit Abu Qubais dan
Hira. Sekarang kaum Muslimin sudah mulai memasuki Makkah. Selama tiga hari kaum
Muslimin berada di Makkah. Nabi dan para sahabat, seusai melaksanakan umrah dan
tenggat waktu yang sudah habis, melanjutkan perjalanan kembali menuju Madinah.
Dan mereka yakin, umrah yang baru saja dilakukan meninggalkan pengaruh yang
cukup berarti bagi Quraisy.
Khalid bin Walid memerhatikan dengan seksama gerak-gerik
kaum muslimin selama mereka beraktivitas di Makkah. Saat itu ia juga telah
menerima surat dari saudaranya yang telah lebih dahulu memeluk Islam. Surat itu
dibacanya dengan seksama. Ia sangat gembira mengetahui bahwa Rasulullah pernah
bertanya tentang dirinya. Hal itu semakin mendorongnya untuk berislam.
Khalid berkata dalam hatinya, “Demi Allah, sungguh jalan
inilah yang kurus. Sesungguhnya dia memang benar-benar seorang rasul. Sampai
kapan? Demi Allah aku harus segera menemuinya untuk mengutarakan keislamanmu.”
Pada malam itu Khalid bermimpi seperti berada di sebuah
daerah sempit dan gersang. Tak ada tanaman dan tak ada air. Kemudian ia pergi
menuju daerah yang hijau dan luas. Setelah bangun, Khalid berkata dalam hati,
“Sungguh ini sebuah mimpi yang baik.”
Khalid keluar dari rumahnya. Ia bertekad untuk menemui
Rasulullah. Mimpi yang ia alami semalam terus melekat dalam pikirannya dan
seolah-olah berada di depan kedua matanya. Ia mencari seseorang yang bisa
menemaninya pergi ke Madinah.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Shafwan bin Umayyah.
Khalid berkata pada Shafwan, “Wahai Abu Wahb, tidakkah engkau perhatikan
kondisi kita? Kita ibarat gigi geraham sementara Muhammad telah menguasai
bangsa Arab dan non-Arab. Kalau kita datang menemui Muhammad lalu kita ikuti langkahnya,
niscaya kemuliaan Muhammad juga kemuliaan kita.”
Shafwan bin Umayyah sangat enggan menerima ajakan Khalid.
Ia berkata, “Andaikan tak ada lagi yang tersisa selain diriku sendiri, sungguh
aku tak akan pernah mengikutinya selama-lamanya.”
Akhirnya Khalid bin Walid meninggalkan Shafwan bin
Umayyah. Ia berkata dalam hati, “Orang ini, saudara dan bapaknya terbunuh di
Perang Badar.”
Khalid kemudian berdiri di tengah-tengah kaumnya, ia
berkata, “Sekarang nyatalah sudah bagi setiap orang yang berpikiran sehat,
bahwa Muhammad bukanlah tukang sihir, bukan penyair. Apa yang dikatakannya
adalah wahyu Allah semesta alam. Setiap orang yang punya hati nurani wajib jadi
pengikutnya.”
“Khalid!” Ikrikmah bin Abi Jahal keheranan mendengar
kata-kata Khalid, “Anda telah berganti agama!”
“Saya tidak berganti agama, tetapi saya mengikut Islam.”
Kata Khalid
“Tidak ada orang yang akan berkata begitu di kalangan
Quraisy selain Anda.”
“Mengapa?” Khalid bertanya-tanya kepada Ikrimah.
“Ya, sebab Muhammad sudah menjatuhkan derajat ayahmu
ketika ia dilukai. Paman dan sepupumu sudah dibunuhnya di Badr. Saya tidak akan
mengikut Islam dan tidak akan mengeluarkan kata-kata seperti itu Khalid. Anda
tidak melihat Quraisy yang sudah berusaha membunuhnya?” jelas Ikrimah panjang
lebar.
“Itu hanya semangat fanatisme jahiliyyah,” Jawab Khalid,
“Tapi sekarang, setelah kebenaran itu jelas, sungguh saya akan mengikut Islam
dengan sungguh-sungguh.”
Jenius militer, Panglima Quraisy yang berhasil memukul
mundur kaum Muslimin di Perang Uhud, kini sudah mengganti haluan politiknya.
Berita ini membuat murka pimpinan Quraisy, Abu Sufyan. Apalagi setelah ia
menerima jawaban dari Khalid langsung. Kata Abu Sufyan, “Demi al-Lata dan
al-Uzza, kalau saya tahu apa yang Anda katakan itu benar, niscaya Andalah yang
akan kuhadapi, sebelum saya menghadapi Muhammad.”
“Tapi memang itulah yang benar dan itulah yang akan
terjadi.” Jawab Khalid.
Sebelum Abu Sufyan hendak menebas Khalid, buru-buru
Ikrimah menahannya. “Abu Sufyan, sabarlah.” Kata Ikrimah, “Saya khawatir
jangan-jangan sebelum kita memasuki tahun depan seluruh penduduk Makkah sudah
menjadi pengikut Muhammad.”
Khalid kemudian menemui Utsman bin Thalhah yang merupakan
sahabat dekatnya. Ia menyampaikan rencananya untuk pergi ke Madinah. Ternyata
Utsman menerima ajakannya. Akhirnya
keduanya pergi dengan tujuan yang sama. Di jalan mereka bertemu dengan
Amr bin Ash. Amr berkata pada keduanya, “Marhaban.”
“Marhaban bika,” balas keduanya.
“Mau ke mana kalian?” tanya Amr.
“Apa yang menyebabkan engkau keluar di waktu begini?”
keduanya balik bertanya.
“Kalau kalian, apa yang menyebabkan kalian keluar?” Amr
balas bertanya.
“Untuk masuk Islam dan mengikuti Muhammad,” jawab Khalid
dan Utsman serentak.
“Itulah yang membuat aku datang ke sini,” timpal Amr
sambil tersenyum.
Mereka berangkat sampai tiba di Madinah. Di jalan,
sebelum bertemu Rasulullah, Khalid bertemu dengan saudaranya; al-Walid.
Al-Walid berkata, “Cepatlah. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah mengetahui kedatanganmu dan beliau sangat gembira dengan
kedatanganmu. Beliau sedang menunggu kalian.”
Mereka memepercepat langkah dan segera masuk menemui
Nabi. Khalid lebih dulu masuk dan ia segera menyampaikan salam. Rasulullah
membalas salamnya dengan wajah berseri.
Khalid segera berucap, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mari
ke sini!”
Ketika Khalid bin Walid sudah mendekat, Rasulullah
bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjukimu. Aku memang sudah
melihat kecerdasan dalam dirimu dan aku berharap semoga kecerdasan itu
membawamu pada kebaikan.”
Setelah membai’at Rasulullah, Khalid berkata, “Wahai
Rasulullah, aku telah banyak berada pada posisi yang menentang kebenaran, maka
berdoalah kepada Allah untuk mengampuniku.”
Rasulullah bersabda, “Islam akan menghapus segala dosa
yang telah berlalu.”
Khalid melanjutkan, “Wahai Rasulullah, doakanlah aku!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya
Allah, ampunkanlah Khalid atas segala perbuatannya yang menghalangi manusia
dari jalan-Mu.”
Kemudian Utsman bin Thalhah dan Amr bin Ash pun maju dan
membai’at Nabi.
Mereka bertiga inilah yang dikatakan oleh Nabi,
“Kalianlah jantung kota Makkah.” Sebabnya, kedudukan mereka begitu penting di
Makkah. Dengan berislamnya mereka bertiga, separuh kekuatan Makkah sudah jatuh,
dan gerbang menuju pembebasan Makkah semakin hari semakin dekat. [Iman
Adipurnama/islampos]