Biksu Wirathu terus berulah. Biksu Budha Myanmar yang dikenal sebagai
pencetus gerakan ‘969’ anti-Islam itu menyebut Muslim sebagai anjing
gila.
“Anda bisa berikan kebaikan dan rasa kasih, tetapi Anda tidak bisa
tidur di samping anjing gila (Muslim),” kata Wirathu dalam khutbahnya
seperti dilaporkan The New York Times, Jumat (21/6).
“Saya menyebut mereka onar, karena mereka adalah pembuat onar,” tambahnya, “Saya bangga disebut Buddha radikal.”
Wirathu pernah menghasut kaum Budha hingga kerusuhan anti-Muslim pecah
di tahun 2003 lalu. Sempat mendekam di penjara selama sembilan tahun, ia
dibebaskan pada 2012 atas amnesti yang diberikan untuk ratusan tahanan
politik, usai reformasi pascamiliter berkuasa.
Biksu yang berusia 45 tahun itu kini menjabat sebagai kepala biara di
Biara Masoeyein Mandalay. Di kompleks luas itu ia memimpin sekitar 60
biksu dan memiliki pengaruh atas lebih dari 2.500 umat Budha di wilayah
tersebut.
Dari basis kekuatannya itulah Wirathu memimpin sebuah gerakan cepat yang
dikenal sebagai “969”. 969 adalah kampanye provokatif yang menyerukan
umat Budha untuk memboikot bisnis Muslim dan masyarakat Muslim.
Tiga angka 9-6-9 mengacu pada berbagai atribut Budha, ajarannya dan
kerahibannya. Namun dalam prakteknya, nomor tersebut telah menjadi merek
bentuk radikal anti-Islam secara nasionalisme yang berusaha untuk
mengubah Myanmar menjadi seperti negara apartheid .
“Kami memiliki slogan: Ketika Anda makan, makan di 969, ketika Anda
pergi, pergi ke 969, ketika Anda membeli, membeli ke 969,” kata Wirathu
dalam sebuah wawancara di kuilnya di Mandalay.
Wirathu mulai memberikan serangkaian pidato kontroversial 969 sekitar
lima bulan yang lalu. “Tugas saya adalah untuk menyebarkan misi ini,”
katanya.
Gerakan 969 kemudian menyebar dengan cepat melalui stiker, brosur dan
sebagainya. Stiker bertuliskan warna pastel disalut dengan angka 969
muncul di warung pinggir jalan, sepeda motor, poster dan mobil di
seluruh pusat-pusat kota.
Bahkan, perusuh mengecat “969″ ketika gerakan massa Anti-Muslim
berkecamuk di Kawasan Bago, dekat Yangon, usai khotbah biarawan tentang
gerakan 969. [IK/Nyt/bsb]