Oleh Ahmad Mahfudzi Mafrudlo
Salah satu tujuan dari penciptaan jin dan manusia adalah
hanya untuk menyembah Allah ( “Wama Kholaqtu- lJinna walInsa Illa liya’budun”)
dan tujuan diturunkannya Alquran dan Rasulullah adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia. (“Innama bu’itstu liutammima makarimal Akhlaq”) Dan tidak lupa
bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi urgensi akhlaqul karimah dalam
rotasi kehidupan dunia, implikasinya adalah amar ma’ruf dan nahi munkar.
Sesungguhnya akhlak bertalian dengan adab, etika, sopan
santun, rasa hormat, ketaatan. Akhlak adalah harta yang sangat berharga dalam
pertalian norma - norma kehidupan manusia. Akhlak identik dengan rel–rel
panjang yang tidak dapat pisah dengan realita problematika kehidupan, bukanlah
sebuah rel panjang yang menjadi benalu dalam hati akan tetapi dengan tanpa
adanya akhlak maka dunia secara luas akan menjadi tanpa kata dan nilai.
Agama secara universal menitik beratkan tanggung jawab,
pribadi dan sosial. Setiap individu bertanggung jawab akan dirinya dan juga
bertanggung jawab akan sekelilingnya (masyarakatnya) karena manusialah yang
hidup dalam lingkup komunitas yang beragam. Dengan demikian memberikan kesan
bahwa setiap individu mempunyai tanggung jawab untuk membawa akibat adanya
tanggung jawab sosial. Pernyataan ini tidak akan lepas dari pernyataan kitab
Suci Alquran yang mengatakan bahwa kata iman ( amanu) merupakan komponen
pribadi yang selalu ikut dengan kalimat amal sholeh( aamilus-sholihat)
mengandung tindakan kemasyarakatan.
Dalam sebuah hadis riwayat Muslim Nabi Muhammad bersabada
“ Yang paling sempurna iman orang mukmin adalah yang paling baik akhlaknya.” Jadi
iman menjadi pribadi utuh nan sempurna tatkala manusia selalu memperhatikan
akhlaknya atau selalu menjaga dan memperbaiki akhlaknya, karena dengan begitu
dapat dipertanggungjawabkan di depan masyarakat luas.
Belakangan ini kita menilai bahwa fenomena itulah yang
menjawab sendiri perkembangan masyarakat, fenomena yang secara sepihak tidak
dimimpikan dan diinginkan akan tetapi telah merajalela dan menjadi adat tradisi
dunia, khususnya degradasi akhlak dari pihak pelajar atau pemuda. Kemanakah
hilangnya gairah akhlak para pemuda masa kini, apakah implikasi dari ketidak
sempurnanya total quality control orang tua ataukah hilangnya komunitas akhlaqi
yang sebelumnya digandrungi oleh para Sahabat dan Rasulullah sendiri.
Padahal logikanya telah banyak perkembangan dari sana
sini, sehingga nampak cerah dunia melepaskan sayapnya diatas awan bumi Negara
ini. Karena itu, barangkali kita perlu merenungkan kembali pembinaan
keberagaman kita lebih maksimal dan substansial.
Ironisnya yang
terjadi adalah hilangnya gairah memahami agama yang memberikan gairah positif
dalam pembentukan sifat amar ma’ruf nahi mungkar dan akhlaqul karimah. Dan
sudah saatnya aura akhlaqul karimah inilah yang membentukan moral manusia mulai
dari diri sendiri berimplikasi kepada masyarakat sosial yang berakhlak karimah
secara qurani. Amin ya rabbal Alamiin./ROL