Jumat, 24 Mei 2013

Para Ahli Hukum Isyaratkan KPK Salah Tafsir Terhadap Kasus TPPU LHI

DR. Chaerul Huda (ahli pidana, staf ahli kapolri) dalam acara di Jak Tv tadi malam (23/5) menyatakan: "Kalo penegak hukum menghancurkan karakter tersangka, kasus hukumnya biasanya lemah (kasus TPPU LHI).

Sebagaimana semua kita tahu, kasus pokok yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) sudah sangat kabur dan seperti ada unsur kesengajaan menutupinya dengan penghancuran karakter LHI dengan begitu bombastisnya pemberitaan tentang "wanita-wanita" Ahmad Fathanah dan munculnya sosok Darin Mumtazah yang dikait-kaitkan dengan LHI.

Sebagimana diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menunda melimpahkan berkas perkara tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad Fathanah ke penuntutan yang direncanakan pada pekan ini. Ini mungkin juga indikasi betapa KPK kesulitan dalam kasus LHI ini. Para pakar hukum juga banyak yang menyatakan lemahnya kasus LHI.


Pada kesempatan lain, Guru Besar FH-UNPAD Prof Dr Romli Atmasasmita mengatakan, KPK musti bisa memastikan bahwa harta milik Luthfi perolehannya berasal dari proses TPPU. “Kita berharap KPK teliti dan cermat dalam kasus ini agar tak jadi masalah di kemudian hari,” katanya.

Prof. Romli menjelaskan bahwa tidak semua orang yang terima uang diduga pidana bisa langsung diklaim (disita). TPPU harus diawali dengan indikasi yang kuat bahwa harta tersebut berasal dari hasil korupsi.

 Menjawab pertanyaan Bang Karni dalam acara ILC, apakah boleh TPPU dikembangkan ke kasus lain (setelah kasus dugaan awal tidak bisa dibuktikan). Prof. Romli menegaskan, “tidak boleh”.

Prof. Romli berpendapat, KPK sangat berat untuk membuktikan bahwa uang dari Fathonah dari korupsi, pasal TPPU tidak bisa menjerat AF karena bukan penyelenggara negara.

Beliau menambahkan, sistim hukum Indonesia menganut prinsip non-self implementing legislation.

Konvensi PBB yang memuat aturan trading in influence sekalipun telah di ratifikasi Indonesia, tidak bisa menjadi rujukan hukum selama belum ada undang2 pengesahan. Berbeda dengan “law” yang mana cukup lapor ke DPR bahwa telah diadopsi.

Prof Romli berpendapat, KPK juga akan sulit menjerat LHI karena trading in influence belum diundangkan. Posisi LHI sebagai anggota DPR tidak bisa mengatur kuota, sementara itu jabatannya sebagai presiden PKS dalam kasus tersebut tidak dalam konteks pejabat negara. Sementara itu Mentan Suswono belum terbukti menambah kuota, alias belum terjadi.

Paling-paling LHI dikenakan tuduhan suap, tapi Luthfi belum terima uang. KPK harus bisa buktikan LHI belum terima karena terhalang bukan karena sukarela, jelas Prof Romli.

Sejauh ini dari kesaksian AF dan bukti2 lainnya, termasuk rekaman, belum ditemukan bukti bahwa AF adalah suruhan LHI.

Jika demikian, semua penyitaan yang dilakukan KPK menjadi diragukan dasar hukumnya.

Prof. Romli mengingatkan KPK bahwa pihak yang dirugikan bisa menuntut balik.

Apakah bisa disimpulkan KPK telah melakukan “malpraktek”?, jika demikian tidak ada salahnya pihak2 yang merasa dirugikan untuk mengadukan KPK ke Pengadilan Negeri.

Hal ini perlu keberanian, mengingat publik bisa saja menuding para pelapor sedang melakukan kriminalisasi terhadap KPK.

Namun tidak ada salahnya dicoba, demi mencegah terjadinya diktatorisme penegakkan hukum.

Berikut ini pasal tentang rehabilitasi dan kompensasi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 2001

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB VIII

REHABILITASI DAN KOMPENSASI

Pasal 63

(1) Dalam hal seseorang dirugikan sebagai akibat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi secara bertentangan dengan Undang-Undang ini atau dengan hukum yang berlaku, orang yang bersangkutan berhak untuk mengajukan gugatan rehabilitasi dan/atau kompensasi.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengurangi hak orang yang dirugikan untuk mengajukan gugatan praperadilan, jika terdapat alasan-alasan pengajuan praperadilan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(3) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perkara tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54.

(4) Dalam putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan jenis, jumlah, jangka waktu, dan cara pelaksanaan rehabilitasi dan/atau kompensasi yang harus dipenuhi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sementara Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir menilai KPK belum bisa memastikan bahwa harta milik Luthfi perolehannya berasal dari proses TPPU.

"Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 Ayat 1, ada 24 tindak pidana tambah 1 tindak pidana yang diancam dengan miniumum 4 tahun penjara. Itu harus dipastikan dulu ada tindak pindana. Artinya uang itu hasil tindak pidana," katanya Selasa (21/5/2013).

Melihat dari kasus yang menimpa Luthfi, berbagai kalangan menilai, ada pemahaman yang keliru mengenai TPPU oleh KPK. Tentu, KPK tidak boleh semata melihat sudut pandang ke mana aliran dana dari dugaan suap kasus impor daging.

 Seperti diketahui, KPK tampak begitu bersemangat menyita harta kekayaan milik Luthfi Hasan Ishaaq yang diduga berkaitan dengan TPPU kasus suap impor daging. Hal yang sama juga dilakukan KPK terhadap teman Luthfi, Ahmad Fathanah.

Yang terbaru, KPK berencana menyita rumah Luthfi Hasan Ishaaq, di Kawasan Kebagusan 1 Nomor 44, Jakarta Selatan. Tanah seluas 440 meter persegi itu diduga kuat milik Luthfi.

Tak hanya itu, KPK juga sudah menyita enam mobil mewah diduga hasil TPPU Luthfi. Keenam mobil tersebut terdiri dari VW Caravelle bernopol B 948 RFS, Mazda CX 9 bernopol B 2 RFS, Toyota Fortuner bernopol B 544 RFS, Nissan Navara, dan Mitsubishi Pajero Sport, serta Mitsubishi Grandis.

Mudzakir meminta KPK bersikap adil dalam kasus dugaan suap impor daging yang menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq (LHI). Agar masyarakat juga mendapat pembelajaran dari kasus hukum ini. KPK wajib menjelaskan kepada publik tindak pidana apa saja yang dilakukan oleh Fathanah dan LHI. Kejahatannya apa saja dan kapan itu dilakukan.

Mudzakir menilai, tindakan penyitaan harta Luthfi yang dilakukan KPK menjadi tidak kuat dasar hukumnya, karena suap impor daging sapi yang akan diberikan Ahmad Fathanah ke Luthfi belum terjadi.

“Kasih tahu publik bahwa ini pernah terjadi kejahatan A,B,C. Ini lho dugaan pasalnya, ini dugaan perbuatannya tanggal sekian-sekian. Orang bisa paham akhirnya,” kata Mudzakir.

Oleh sebab itu, sekalipun sudah memiliki data atau fakta hukum baru bahwa harta Luthfi adalah hasil kejahatan yang dilakukan sebelum kasus dugaan suap impor daging, KPK wajib menjelaskan ke publik. Ini penting agar tidak muncul macam-macam penafsiran kepada KPK, juga agar kredibilitas lembaga antikorupsi ini tetap terjaga.(nil)

Diolah dari sumber: pkspiyungan.org